Oleh: Adi Aichi

POSTINGAN ini tercetus setelah saya mendapat Inbox dari seorang ibu (orang Indonesia), teman saya di Nagoya, yang sedang menemani suaminya mengambil program Post Doc. Teman saya ini mengeluhkan problema menyekolahkan anak di Indonesia. Kebetulan anaknya mengenyam pendidikan di Jepang (TK) dan kemudian kembali ke Indonesia, lalu sekarang berada kembali di Jepang.

Saat pindah ke Jepang untuk pertama kalinya, si anak sangat cepat beradaptasi dengan sekolah barunya, bahkan baru beberapa bulan dia sudah dapat berbicara bahasa Jepang layaknya anak Jepang lainnya. Tahun yang lalu, karena umurnya sudah layak masuk SD di Indonesia, maka orang tuanya sempat membawanya pulang ke Indonesia dan menyekolahkannya di SD swasta, ternyata si anak tidak terlalu mengalami kesulitan beradaptasi dalam belajar hanya agak mengalami culture shock.

Si Ibu mempertanyakan pengalaman beberapa orang tua yang justru sebaliknya, mengeluhkan anak- anak yang mengalami hambatan beradaptasi di sekolah-sekolah di Indonesia. Barangkali banyak pula Ibu-ibu yang lain merasakan was-was yang sama ketika harus kembali ke Indonesia.
Mengapa bisa gampang beradaptasi di sekolah Jepang, sedangkan di Indonesia tidak ? Ini pertanyaan sang Ibu kepada saya.

Analisa saya, anak punya kelebihan dalam berteman dibandingkan dengan orang dewasa. Seorang anak tidak pernah berburuk sangka kepada anak yang baru dikenalnya, biasanya mereka langsung akrab jika ada hal yang mereka sukai. Coba saja kumpulkan anak-anak laki2 di suatu kamar, lalu beri mereka video game atau play station, maka tidak perlu tahu nama `lu` siapa, biasanya mereka akan langsung ngobrol ngalor ngidul dengan bahasanya sendiri.

Beda dengan orang dewasa, yang biasanya terlalu banyak pertimbangan dalam berkawan sehingga malah sulit untuk segera beradaptasi.
Analisa kedua, anak punya kemampuan menguasai bahasa yang sangat cepat, begitu kata para pakar. Saya pikir kemampuan berbahasanya bukan saja karena otaknya masih encer dan masih mudah mengingat kata, tetapi karena mereka memakainya setiap hari. Ketika anak Indonesia masuk ke TK/SD Jepang, tidak ada bahasa yang mereka dengar selain bahasa Jepang. Setiap hari mendengar kata yang sama dan merekam kapan orang mengucapkannya, membuat si anak mudah beradaptasi dari segi bahasa.
Beda dengan orang dewasa yang biasanya mempunyai kemampuan berbahasa `tarzan` atau punya second language, misalnya bahasa Inggris, yang dengannya membuatnya dapat survive di Jepang, sekalipun hanya dengan bermodal kata `arigatou gozaimasu`= terima kasih.

Tetapi analisa di atas tidak menjawab jika pertanyaannya diajukan sebaliknya : mengapa dia susah beradaptasi di sekolah Indonesia?
ALASANNYA ternyata menurut si Ibu- berdasarkan kabar yang pernah didapatnya- sekolah di Indonesia selalu membicarakan uang ketika pertama kali mendaftarkan anak. Ya uang pangkal, uang baju, uang infak ini, infak itu….tak ada satu pun pertanyaan tentang kondisi anak, tentang karakter anak, apa kelemahannya, apa kelebihannya, kesehatannya bagaimana, keluhan dalam belajar apa?
Tetapi pendaftaran sekolah di Jepang, biasanya diawali dengan menggali pandangan orang tua tentang si anak. Biasanya guru wali kelas yang akan langsung mewawancarai orang tua. Termasuk dalam pertanyaan yang biasa diajukan adalah makanan yang pantang dimakan. Karena semua sekolah di Jepang menyiapkan makan siang di sekolah, maka biasanya untuk anak-anak muslim guru akan bertanya makanan apa yang boleh mereka makan, dan makanan apa yang tidak boleh.

Di beberapa sekolah yang saya datangi, pembicaraan tentang uang sekolah, uang olah raga dll malah tidak lagi dibicarakan karena sudah tertera jelas dalam pamflet atau web sekolah.
Selain itu, anak-anak asing di Jepang biasanya ditangani oleh guru kelas dan guru pendamping. Guru pendamping inilah yang berperan besar dalam memonitor anak sehari-hari, termasuk membantu meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai bahasa Jepang.
Beberapa anak Indonesia sering saya tanya, senang sekolah di mana ? di Indonesia atau di Jepang ? Rata-rata menjawab di Jepang. Alasannya karena ` gakkou wa tanoshii` (= sekolah menyenangkan), ngga perlu pake seragam, ngga banyak PR, gurunya ngga galak, bla…bla…

Saya mengamati beberapa anak-anak teman yang disekolahkan di Jepang, kelihatan sekali potensinya terbina dengan baik. Anak yang gemar melukis, bahkan diberi kesempatan seluas mungkin untuk melukis. Anak yang gemar menyanyi, menikmati betul pelajaran menyanyi di sekolah. Anak yang gemar olah raga, tersedia lapangan luas untuk latihan. Kompetisi kecil-kecilan pun diadakan di sekolah, atau antar sekolah.
Jadi, gampang tidaknya seorang anak beradaptasi dengan lingkungan barunya tidak bisa dilemparkan permasalahannya kepada kepribadian si anak, tetapi orang dewasalah yang membantunya untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya. Di sekolah, tentu saja guru dan orang tuanya.

http://www.islampos.com/ini-perbandingan-pendidikan-jepang-dan-indonesia-1-106740/

Posting Komentar