Penyakit Kesebelas: Berdusta dalam Perkataan dan Sumpah
“Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka, dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. bersabda :
“Aku (bermimpi) melihat seolah-olah ada orang yang datang kepadaku seraya berkata “bangunlah”, lalu aku bangkit bersamanya, kemudian tiba-tiba aku bertemu dua orang lelaki; yang satu berdiri sedangkan yang lain duduk. Di tangan orang yang berdiri ada pengait dari besi lalu menjejalkannya ke dagu orang yang dudul lalu menariknya hingga sampai ke pundaknya, kemudian ia menariknya lalu menjejalkannya ke sisi yang lain lalu memanjangkannya; apabila ia memanjangkannya maka sisi yang lain kembali seperti semula. Kemudian aku bertanya kepada orang yang membangunkan aku, ‘apa ini?’ Ia berkata, ‘Ini adalah seorang pendusta yang disiksa di kuburnya hingga hari kiamat’.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. bersabda dalam keadaan bersandar: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar, yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian Rasulullah saw. duduk dan bersabda: “Ketahuilah dan berkata dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya seorang hamba berdusta sekali sehingga malaikat menjauh darinya sejauh perjalanan satu mil karena busuknya apa yang diperbuatnya itu.” (HR. Tirmidzi)
Dusta yang Ditoleransi
Maimun bin Mahran berkata, “Dusta dalam sebagian perkara lebih baik dari kejujuran. Bagaimanakah pendapatmu jika ada seseorang yang mengejar orang lain dengan membawa pedang untuk membunuhnya lalu orang yang dikejar itu masuk rumah, kemudian orang yang mengejar itu bertanya kepadamu ‘Apakah kamu melihat si Fulan?’. Apa yang akan Anda katakana? Tidakkah Anda menjawabnya, ‘Tidak tahu?’ Anda tentu tidak jujur kepadanya, tetapi kedustaan ini wajib Anda lakukan.
Pembicaraan adalah sarana untuk mencapai tujuan. Setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan maka melakukan kedustaan dalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai dengan kedustaan tetapi tidak bisa dicapai dengan kejujuran maka kedustaan dalam hal ini adalah mubah, jika pencapaian hal itu memang mubah, atau wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan.
Dari Ummu Kultsum, ia berkata: Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan dalam berdusta kecuali menyangkut tiga hal: Seseorang yang mengucapkan perkataan untuk tujuan perdamaian, seseorang yang mengucapkan perkataan dalam perang dan seseorang yang berbicara kepada istrinya atau istri yang berbicara kepada suaminya.” (HR. Muslim)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan pengecualian (untuk berdusta) yang disebutkan secara tegas, sedangkan hal-hal lain bisa disamakan dengannya jika terkait dengan tujuan yang benar.
Penyakit Keduabelar: Menggunjing (Ghibah)
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (al-Hujurat:12)
.”Setiap Muslim bagi Muslim yang lain haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling bersaing, dan janganlah kalian saling membuat makar. Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para shahabat ra. saling bertemu dengan gembira dan tidak menggunjing bila saling berpisah. Mereka menganggap hal tersebut sebagai amal perbuatan yang paling utama sedangkan kebalikannya merupakan tradisi orang-orang munafiq.
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah:1)
Ibnu Abbas berkata, “Apabila kamu hendak menyebut aib saudaramu maka ingatlah aib dirimu sendiri.”
Makna Ghibah dan Batasannya
Ghibah ialah menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya seandainya ia mendengarnya, baik kamu menyebutkan dengan kekurangan yang ada pada badan (menyebut pendek, hitam dan semua hal yang menggambarkan sifat badannya yang tidak disukainya), nasab (mengatakan hina), akhlaq (mengataka buruk akhlaqnya, sombong, pengecut, dan lain sebagainya), perbuatan, perkataan, agama atau dunianya, bahkan pada pakaian, rumah dan kendaraannya.
Nabi saw. bersabda: “Tahukan kalian apa itu ghibah?” Sahabat menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw. bersabda: “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri saudaraku itu?” Nabi saw. menjawab: “Jika apa yang kamu katakana itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menggunjingnya dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya.” (HR. Muslim)
Ghibah tidak Hanya Terbatas pada Lidah
Isyarat, anggukan, picingan, bisikan, tulisan, gerakan dan semua hal yang memberi pemahaman tentang apa yang dimaksud, maka ia masuk ke dalam ghibah dan diharamkan.
Contoh diantaranya adalah berjalan menirukan cara berjalannya. Ini adalah ghibah bahkan lebih berat dari ghibah dengan lidah, karena ia lebih kuat dalam penggambaran dan pemberian kesan.
Bentuk ghibah lainnya adalah mendengarkan ghibah dengan mengaguminya, karena dengan memperlihatkan kekagumannya sesungguhnya dia telah mendorong semangat orang yang melakukan ghibah. Bahkan orang yang diam saja ketika mendengar ghibah sama dengan orang yang melakukan ghibah.
Orang yang mendengar ghibah tidak terbebas dari dosa kecuali dengan mengingkari secara lisan atau dengan hatinya jika takut. Jika mampu melakukannya atau memotong omongannya dengan omongan lain tetapi dia tidak melakukannya maka dia berdosa.
“Siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang dipergunjingkan, maka Allah akan membebaskannya dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Hal-hal yang Mendorong Ghibah
Secara umum, pendorong ghibah terangkum dalam sebab-sebab berikut :
Pertama, melampiaskan kemarahan.
Kedua, menyesuaikan diri dengan kawan-kawan, berbasa-basi kepada teman dan mendukung pembicaraan mereka. Apabila mereka “berpesta” dengan menyebutkan aib orang, maka ia merasa kalau perbuatan mereka itu ditentang pasti mereka berkeberatan dan menjauhi dirinya. Karena itu ia kemudian mendukung mereka dan menganggap hal tersebut sebagai pergaulan yang baik dan basa-basi dalam persahabatan.
Ketiga, ingin mendahului menjelek-jelekkan keadaan orang yang dikhawatirkan memandang jelek ihwalnya di sisi orang yang disegani.
Keempat, keinginan bercuci tangan dari perbuatan yang dinisbatkan (disebutkan) kepada dirinya.
Kelima, ingin membanggakan diri. Yaitu mengangkat dirinya dengan menjatuhkan orang lain. Misalnya berkata, “Si Fulan itu bodoh.” Maksud terselubung dari ucapannya ini adalah untuk mengukuhkan keunggulan dirinya dan memperlihatkan bahwa dirinya lebih tahu ketimbang orang tersebut.
Keenam, kedengkian.
Ketujuh, bermain-main, senda gurau, dan mengisi waktu kosong dengan lelucon.
Kedelapan, melecehkan dan merendahkan orang lain demi untuk menghinakannya. Penyebabnya adalah kesombongan dan menganggap kecil orang yang direndahkan itu.
Obat yang dapat Mencegah Lidah dari Ghibah
(a) Mengetahui bahwa ghibah dapat mendatangkan kemurkaan Allah
(b) Mengetahui bahwa ghibah dapat membatalkan kebaikan-kebaikannya di hari kiamat
(c) Mengetahui bahwa ghibah dapat memindahkan kebaikan-kebaikannya kepada orang yang digunjingnya, sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya; jika tidak memiliki kebaikan yang bisa dialihkan maka keburukan-keburukan orang yang digunjingnya akan dialihkan kepadanya.
(d) Jika hamba meyakini berbagai nash tentang ghibah niscaya lidahnya tidak akan melakukan ghibah karena takut kepada hal tersebut.
(e) Akan bermanfaat juga jika dia merenungkan tentang dirinya. Jika mendapatkan cacat maka ia sibuk mengurusi cacat dirinya dan merasa malu untuk tidak mencela dirinya lalu mencela orang lain.
(f) Akan bermanfaat baginya jika dia mengetahui bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah yang dilakukannya sebagaimana dia merasa sakit bila orang lain menggunjingnya.
Sedangkan pengobatan secara rinci, adalah dengan memperhatikan sebab yang mendorong melakukan ghibah, karena obat penyakit adalah dengan memutus sebab-sebabnya.
Haramnya Ghibah dengan Hati
Buruk sangka adalah haram sebagaimana perkataan yang buruk juga haram.
Adapun lintasan-lintasan pikiran maka hal itu dima’afkan, bahkan keraguan hati juga dima’afkan, tetapi yang dilarang adalah prasangka.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (al-Hujurat:12)
Anda tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila Anda telah melihatnya dengan nyata sehingga tidak dapat diartikan dengan hal lainnya.
Beberapa Alasan yang Memberikan Rukhshah dalam Ghibah
1) Mengadukan kezhaliman.
2) Menjadi sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang benar
3) Meminta fatwa
4) Memperingatkan orang Muslim dari keburukan
5) Jika orang yang disebutkan sudah dikenal dengan nama julukan yang mengungkapkan tentang cacatnya.
6) Jika orang yang disebutkan melakukan kefasikan secara terang-terangan
Penyakit Ketigabelas : Melibatkan Diri Secara Bodoh pada Beberapa Pengetahuan dan Pertanyaan yang Menyulitkan
Orang awam merasa senang melibatkan diri pada pengetahuan, karena syetan menumbuhkan khayalan bahwa dirinya termasuk kalangan ulama’ dan orang yang memiliki keutamaan. Syetan terus menimbulkan khayalan itu hingga dia berbicara tentang pengetahuan yang membawanya kepada kekafiran sedangkan dia tidak menyadarinya. Setiap orang yang ditanya tentang pengetahuan yang rumit sedangkan pemahamannya belum mencapai tingkatan tersebut maka ia adalah tercela. Karena sesungguhnya dia dalam kaitannya dengan pengetahuan tersebut sangat awam.
Maraji’
Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa, Mensucikan Jiwa : Konsep Tazkiyatun nafs Terpadu
Posting Komentar