KH. Tengku Zulkarnaen, MA.
Hidup di dunia tidak lama. Paling lama enam puluh sampai tujuh puluh tahun. Rasulullah meramalkan bahwa usia umatnya mirip dengan usianya.

Maa bayna sittiina wa sab’iin
Artinya:
Umur umatku antara enam puluh dan tujuh puluh.

Setelah itu matilah kita. Kala itu tidak ada lagi gunanya beramal salih. Tidak ada guna puasa, shalat, sedekah, zakat, dan tidak bisa lagi berhaji. Setelah mati, berhenti beramal salih. Amal salih hanya ada di dunia ini selagi kita masih hidup. Karenanya, waktu untuk beramal salih sangat singkat; hanya 60 kurang 15 tahun. Yang lainnya dipotong tidur. Umpannya sehari kita tidur delapan jam, maka untuk tidur saja kita telah menghabiskan waktu 20 puluh tahun. Semuanya ada 35 tahun usia kita tanpa produktivitas. Kalau jatah usia kita 60 tahun maka kita punya waktu beramal salih selama 25 tahun.
Di antara waktu kita yang singkat itu, Allah juga tidak meminta banyak. Shalat lima kali sehari semalam dan tiap shalat hanya meminta waktu 8 menit. Jadi, sehari semalam kita hanya menggunakan waktu untuk shalat selama 40 menit; padahal dalam sehari semalam kita punya 14040 menit. Masih tersisa 1400 menit tanpa shalat. Tapi mengapa begitu banyak manusia terlena hingga enggan memberikan waktu yang hanya 40 menit itu?
Dalam seminggu Allah meminta sekali shalat Jumat yang menghabiskan waktu 40 menit. Tapi berapa banyak manusia yang mengaku beragama Islam tapi bertahun-tahun tidak pernah melaksanakan shalat Jumat. Banyak alasan yang menjadi sebab, cari makan padahal paling-paling hanya Rp. 20.000 sehari untuk makan. Masa hanya gara-gara Rp. 20.000 kita tidak shalat? Dan kita tahu kalau sebenarnya manusia itu banyak yang tidak sekadar mencari makan, tapi mereka mencari kakayaan. Kalau memang itu yang dicari, maka seumur hidup pun manusia tidak akan dapat karena memang tidak pernah puas. Jika kita selalu memikirkan dunia maka rezeki tidak akan ke mana. Rezeki kita adalah milik kita tidak mungkin dirampas oleh orang lain; demikian pula dengan rezeki orang lain, tidak akan mungkin kita ambil. Kalapun kita mengambil rezeki orang lain dengan jalan yang tidak diridahi Allah, maka kita hanya mengambil milik orang lain, bukan rezeki kita.

Berapa banyak orang yang memiliki harta milyaran rupiah, tapi tidak sempat mereka nikmati karena keburu meninggal sebelum mereka menikmati hartanya. Mereka hanya memiliki harta yang banyak tapi bukan rezeki mereka. Lalu mengapa hari ini kita meragukan Allah sebagai penganggung jawab rejeki kita?
Di dalam salah satu haditsnya, di kitab Tanbiihul Ghaafiliin, Rasulullah Saw. bersabada bahwa jika kaulihat matahari terbit di sebelah timur, itu tanda kalau rezekimu belum habis. Artinya, jika rezeki kita habis, maka hari itu nyawa kita dicabut. Kenapa kita masih hidup? Jawabnya satu, rezeki kita belum kita habiskan. Bukan karena muda hingga kita belum mati. Batapa banyak mereka yang masih muda tapi mati. Bukan karena sehat hingga kita belum mati. Batapa banyak mereka yang sehat tapi mati.
Karena itu, jangan tertipu oleh harta dunia. Dunia ini cobaan belaka. Banyak orang yang gara-gara mencari kekayaan lalu lupa kepada Allah. Banyak orang yang gara-gara mencari jabatan lalu lupa menggadaikan agama Allah. Banyak orang yang gara-gara mencari kehormatan lalu menghina Allah. Di dalam surah al-Fajr Allah berfirman:

Fa ammal insaanu idzaa mabtalaahu rabbuuhu fa akramahu wa na’amahu fa yaquulu rabbii akraman. Wa ammaa idzaa mabtalaahu fa qadara ‘alaihi rizqahu fa yaquulu rabbii ahaanan. Kallaa ballaa tukrimuunal yatiima wa laa tahaadhdhuuna ‘alaa tha’aamil miskiin. Wa ta`kuluuna tturaatsa aklan lammaa. Wa tuhibbuunal maala hubban jammaa.
Artinya:
Adalah manusia itu kalau diuji oleh Allah dengan diberikan kenikmatan dan kemuliaan, orang itu berkata bahwa sesungguhnya Tuhanku memuliakanku. Dan ada juga manusia jika diuji dengan kemiskinan, mereka berkata bahwa Tuhanku menghinakanku.
Ini sebuah kesalahan karena Allah tidak memuliakan manusia dengan hartanya. Qarun adalah orang kaya sampai-sampai jika ada harta terpendan di dalam tanah, orang-orang menyebutnya harta karun. Tapi, Qarun tidak dimuliakan Allah, bahkan dihina oleh Allah. Demikian pula mereka yang diuji dengan kemiskinan, mereka berkata bahwa Tuhan telah menghinakan mereka, padahal tidak sama sekali.

Rasulullah pernah bersabda:
Inna llaaha laa yanzduru ilaa shuwarikum wa laa ilaa amwaalikum wa laakin yanzhuru ilaa quluubikum wa a’maalikum.
Artiya:
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk rupamu dan tidak pula kepada hartamu, tetapi Allah memandang hatimu dan amal perbuatanmu.

Jadi, penilaiannya adalah hati dan amal perbuatan. Hati yang beriman dan bertakwalah yang menjadi penilaian utama dan tentunya disertai dengan pembuktian amal salih, bukan harta yagn banyak dan bukan jabataan yang tinggi. Janganlah kita bangga akan atribut-atribut duniawi yang disematkan di dada karena belum tentu itu menjadi hitungan di sisi Allah. Tapi jangan juga merasa bangga karena miskin. Karena miskinpun tidak dimuliakan Allah. Allah tidak pernah memuliakan seseorang atau suatu kaum karena kekayaan atau kemiskinannya. Sebaliknya juga tidak menghinakan orang karena kekayaan atau kemiskinannya. Allah hanya menghina orang durhaka kepada-Nya.
Betapa banyak orang-orang kaya yang dihinakan Allah karena kedurhakaannya. Mereka memanfaatkan kekayaannya tidak di jalan yang dirahmati Allah. Tapi tidak sedikit juga orang miskin yang dihinakan Allah karena kedurhakaannya. Sudah miskin mereka juga main togel, berjudi, mengundi nasib, mencuri, dan sebagainya.

Semoga khutbah singkat ini ada manfaatnya. Sebagai orang yang diberi limpahan rahmat berupa kekayaan janganlah menafkahkannya ke jalan yang tidak diridai Allah karena kekayaan semacam itu bisa berubah menjadi azab. Demikian pula mereka yang diuji dengan kemiskinan, jangalah dijadikan alasan untuk berbuat kejahatan karena kemiskinan demikian bisa berubah menjadi rahmat jika ditempatkan pada tempatnya. [mu]

sumber : dari berbagai sumber

Posting Komentar