Adab-adab berikutnya dalam menerima tamu adalah menyambut tamu dengan gembira, menjamu tamu sesuai dengan kemampuan, mencium tangan, tidak menerima tamu lain jenis (kecuali ada mahrom) dan yang paling menarik untuk diketahui adalah kewajiban untuk menolak tamu yang membanci. Simak dalil-dalilnya serta kisah yang sangat menarik untuk diambil pelajaran bagi kita semua.
6. Mencium Tangan
Ulama berbeda pendapat tentang hukum mencium tangan orang lain. Sebagian berpendapat hukumnya haram. Seperti Imam Al-Qurthubi, Abu Sa'id Al-Mutawali dan lainnya, karena mencium tangan orang lain adalah kebiasaan orang asing dalam rangka mengagungkan pimpinannya. 10
Sebagian lain berpendapat bahwa boleh mencium tangan orang yang ahli zuhud, ahli ilmi, orang yang shalih dan orang yang memiliki kemuliaan dien. Hal itu tidak dibenci bahkan disunnahkan.
Tetapi jika mencium tangan orang karena kekayaannya, atau karena kedudukan urusan dunianya atau karena kekuatannya maka sangat dibenci. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Imam Nawawi. 11
Adapun dalil yang membolehkannya:
Usamah bin Syarik pernah mencium tangan Rosululloh. Sahabat Umar pernah berdiri mencium tangan Rosululloh. Rosululloh pun pernah mengizinkan orang Arab Badui mencium kepala dan kakinya. Tsabit pernah mencium tangan Anas. Ali bin Abu Thalib pernah mencium tangan dan kaki Al-Abbas. 12
Syaikh Muhammad Abu Bakar berkata:
"Abdur Rohman bin Ka'ab bin Malik ketika turun ayat yang menjelaskan diterima taubatnya oleh Alloh dia mencium tangan dan kedua lutut Rosululloh ". 13
Pendapat yang lain mengatakan:
"Jika mencium itu dimaksudkan untuk mengagungkan dan membesarkannya maka hukumnya harom sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Abhari. ketika menukil kalam Imam Malik." 14
Kesimpulannya: Syaikh Jamil Zainu berkata, 15
"Kami berpendapat boleh mencium tangan utama bila mereka mengulurkan tangannya bukan karena sombong, bukan untuk dimintai barokah, tidak dijadikan kebiasaan, tidak membatalkan jabat tangan dan tangannya tidak diletakkan di atas keningnya". 16

7. Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis
Maksudnya, jika yang bertamu adalah kaum laki-laki sedangkan shohibul bait-nya seorang wanita, maka hendaknya shohibul bait tidak segera mengizinkan para tamu untuk masuk rumah sebelum memberitahu suami atau mahromnya supaya tidak terjadi kholwat atau bersepi-sepi dengan laki-laki yang bukan mahromnya dan agar tidak menimbulkan fitnah di dalam keluarga.
Dari Ibnu Abbas dari Nabi beliau bersabda: "Janganlah seorang laki-laki menyepi dengan seorang perempuan kecuali ada mahromnya, lalu ada seorang laki-laki berdiri seraya bertanya:
"Wahai Rosululloh, istriku akan menjalankan haji, sedangkan aku telah mewajibkan diriku untuk mengikuti perang ini dan ini?"
Beliau berkata: "Kembalilah dan berangkatlah haji bersama istrimu ". (HR Bukhori).
8. Menolak Tamu Yang Membanci
Dari Ibnu Abbas ia berkata:
Nabi melaknat orang laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki. Beliau bersabda: "Keluarkan mereka dari rumahmu!" ia (Ibnu Abbas) berkata: Lalu Nabi mengeluarkan fulan yang banci dan sahabat Umar pun mengeluarkan fulan yang membanci. 17
Alloh membedakan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana yang tercantum dalam surat Ali Imron ayat 36. Laki-laki dilarang menyerupai perempuan, demikian pula sebaliknya.
Larangan penyerupaan ini meliputi tingkah laku, pakaian dan keindahan yang menjadi kekhususan masing-masing. Jika hal ini dilanggar maka akan dikenakan hukuman sebagaimana maksud hadits di atas.
Kita sekarang hidup di zaman fitnah, fitnah syubhat dan fitnah syahwat. Banyak laki-laki bertingkah seperti wanita, memakai kalung, memakai anting-anting, rambutnya dipanjangkan dan disanggul. Sebaliknya wanitapun bertingkah seperti laki-laki.
Maka kita sebagai umat Islam wajib memahami hadits di atas agar menjadi pengingat untuk kita dan keluarga kita semua. Mengusir orang yang membanci karena ingin membela dan mempertahankan sunnah Nabi Muhammad lebih utama dan terpuji, walaupun mendapat penilaian manusia sebagai orang yang kurang sopan.
Kita beramal hanya untuk mencari ridlo Alloh, untuk mendapat pahala-Nya dan supaya dijauhkan dari siksaan-Nya; bukan untuk menyenangkan manusia apalagi mereka tidak merasa malu melanggar hukum Alloh.
9. Menyambut Tamu Dengan Gembira
Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira, wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap atau akhlaknya yang jelek.
Dari Aisyah ia berkata:
"Sesungguhnya ada seorang yang mints izin kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya sebelum dia masuk, beliau berkata:
"Dialah saudara golongan terjelek, dialah anak golongan terjelek"
Kemudian setelah dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan mempersilakan padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah berkata kepada Rosululloh:
"Wahai Rosululloh ketika engkau lihat laki-laki itu tadi, engkau berkata begini dan begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan engkau mempersilakan padanya?"
Maka Rosululloh bersabda:
"Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor? Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Alloh pada hari Qiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya ". 18
10. Menjamu Tamu Sesuai Kemampuan
Memuliakan tamu adalah sunnah Rosululloh dan para sahabatnya. Memuliakan tamu bisa dengan penampilan wajah yang berseri-seri, atau jamuan makan dan minum sesuai kemampuan lebih-lebih apabila tamu itu datang dari jauh. Silahkan simak hadits ini berulang-ulang, semoga kita dapat mengambil manfaatnya:
Dari Abu Hurairoh, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertamu kepada Nabi, lalu beliau menyuruh utusan untuk meminta makanan kepada istrinya. Sang istri berkata: "Kita tidak mentpunyai apa-apa kecuali air".
Lalu Rosululloh bertanya kepada sahabatnya: "Siapa yang bersedia menjamu dan menanggung tamu ini?" Ada salah seorang sahabatAl-Anshor berkata: "Saya sanggup wahai Nabi."  Maka dibawalah tamu tersebut ke rumah istrinya, lalu sahabat itu berkata kepada istrinya: "Jamulah tamu Rosululloh ini". Istrinya menjawab: "Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak kita yang masih kecil ini".
Sahabat itu berkata: "Siapkan makananmu itu sekarang. Nyalakan lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin makan malam ". Sang istri itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan makanan untuk tamunya, menyalakan lampu dan menidurkan anaknya.
Lalu sang istri berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampu lalu mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan tamunya seolah-olah keduanya ikut makan, lalu semalaman suanti istri tidur dengan menahan lapar.
Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah Rosululloh. Lalu Rosululloh bersabda: "Tadi malam Alloh tertawa, atau heran (takjub) dengan perbuatan kamu berdua ", maka turunlah ayat:
Dan mereka (yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan kepentingan (sahabat muhajirin daripada kepentingan dirinya sendiri), sekalipun mereka dalant keadaan sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga dari kebakhilan maka mereka itulah orang yang beruntung. (QS. Al-Has.yr: 9) ". 19
Begitulah keindahan kehidupan para sahabat, karena hati mereka penuh dengan iman, mereka lebih mendahulukan kepentingan saudaranya sesama muslim daripada kepentingan pribadinya sendiri.
Memang hidup indah bila dibekali dengan iman. Hal ini kita ungkapkan untuk mengoreksi diri kita semua sejauh mana kita mengamalkan sunnah Rosululloh.
Akhirnya kami mohon kepada Alloh semoga dengan ilmu yang telah kita terima berupa adab bertamu dan menerima tamu ini, kita diberi kemampuan untuk mengamalkan dan menda'wahkannya.
Catatan Kaki
...10
Lihat Tafsir Al-Qurthubi: 9/266.
...11
Lihat Tuhfatul Ahwadzi 7/437 dan Fathul Bari 11/57.
...12
Lihat kitab Tuhfatul Akhwadzi 7/437 dan Kitab Fathul Bari: 11/57.
...13
Lihat kitab Taqbilul Yadi 1/56.
...14
Lihat Tuhfatul Ahwadzi 7/437.
...15
As-Syam-ilul Muhammadiyah (115).
...16
Lihat pula As-Shohihah 1/302 -red.
...17
HR Bukhori.
...18
HR Bukhori.
...19
HR. Bukhori.

Posting Komentar