“JANGAN
panik dan jangan galau, hidup ini memang unik dan kadang penuh ranjau.”
Begitulah nasehat para bijak yang sering terdengar ketika memberikan
petuah kepada mereka yang meneteskan air mata kesedihan dan terlarut
dalam derita hidup berkepanjangan.
Sementara para muballigh dari atas mimbarnya berkata: “Tawakkal saja kepada Allah, jalani ketentuanNya dengan sabar, itulah cara para nabi yang mulia sehingga terlepas dari keluh kesah dan kepanikan yang merobek kebahagiaan.”
Kata “panik” mulai marak digunakan di media massa, mengejar popularitas kata “galau” yang telah mendominasi kalimat harian kaum muda dalam dua tahun terakhir ini. “Panik” dan “galau” seakan menjadi trend psikologis yang merambah semua kalangan. Kalau para remaja atau kaum muda merasa galau karena tidak pastinya masa depan mereka yang berhubungan dengan cinta, prestasi dan kerja, kaum tua merasa panik dengan berfikir masa depan anak cucunya paska kematian mereka.
Kaum alit (wong cilik atau rakyat kecl) merasa panik dengan kondisi pasar yang menurut mereka sudah mengambil jarak terlalu jauh dari kemampuan kantong ekonomi mereka. Harga sembako yang melambung, biaya sekolah dan kuliah anak yang makin mahal, dan biaya transportasi yang meninggi adalah keluhan rutin yang didiskusikan mereka di warung-warung kopi.
Sementara itu, kelompok elite juga mengalami kepanikan yang tidak kalah memuncak ketika harus memacu detak jantung mereka dalam meramal dan mengharapkan keberuntungan ekonomi dan politik.
Dalam konteks yang paling aktual saat ini adalah kepanikan yang melanda kalangan petinggi partai yang calon presiden dan calon wakil presidennya bertarung untuk menjadi pemenang dalam pemilu yang baru saja selesai digelar. Kepanikan ini bisa terjadi karena overestimating, yakni membayangkan terjadinya sesuatu yang sesungguhnya sulit untuk terjadi, atau karena catastrophizing, yakni karena kecemasan dan ketakutan akan hadirnya realita yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dibayangkannya sementara kemampuan dirinya adalah di bawah realitas yang ditakutkan itu.
Kalau tidak ditangani dengan serius, kepanikan seperti ini bukan tidak mungkin akan menjadi pemantik munculnya perilaku aneh yang keluar dari kaidah kehidupan normal yang disepakati bersama, seperti menghina dan merendahkan orang lain, mengancam dan menyakiti kelompok lain, serta berbuat anarkis dan menghalalkan kerusuhan.
Banyak tips dan nasehat dikemukakan para ahli psikologi sebagai upaya mengatasi kepanikan ini. Patti Mc Dermott, seorang hypnoterapist dan ahli NLP yang banyak menangani masalah kepanikan menyarankan empat (4) hal yang harus dilakukan ketika panik: relaks, menghapus negative thinking, membaca dan mengulang-ulang statemen positif para bijak untuk kehidupan yang baik, serta mengidentifikasi perasaan diri sendiri dan menerimanya dengan wajar.
Barlow dan Clraske dalam bukunya Mastery of Your Anxiety and Panics menekankan perlunya mempelajari dan mengetahui kepanikan diri, terapi yang efektif, strategi manajemen kepanikan dan dukungan lingkungan yang mampu menimalisir kecemasan serta medical care yang rutin. Patty Bojczuk, pemilik lembaga “Rethinking Your Life” menyarankan hal yang hampir senada. Pengetahuan tentang diri dan manajemen diri baik yang berhubungan fisik ataupun psikis menjadi kata kunci utama penanganan kepanikan ini.
Hal yang berkaitan dengan psikis, mental, kejiwaan rupanya menjadi esensial dalam menangani kecemasan ini. Keltner Schwecke Bostrom dalam bukunya Psychiatric Nursing serta Miller dan Thorsen dalam bukunya Spirituality, Religion and Health sepakat bahwa agama berperan penting dalam penciptaan nuansa jiwa yang tenang. Pandangan para ahli ini sungguh telah menguatkan statemen al-Qur’an yang menyatakan diri sebagai penyembuh penyakit yang ada dalam dada manusia (QS Al-Isra’: 82 dan QS. Yunus: 57)
Membaca al-Qur’an bukan hanya mendapatkan pahala, melainkan juga mengundang sentuhan-sentuhan batin pembaca dan pendengar untuk merasakan jalan hidup lebih ringan dan membahagiakan. Lebih dari sekadar membaca adalah merenungkan makna dan mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan al-Qur’an. Kegiatan ibadah seperti ini akan memantapkan diri sebagai seorang hamba yang hidupnya diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga tidak perlu resah dan gelisah.
Ada seorang shaleh yang hidupnya penuh dengan senyum dan tidak pernah dihinggapi kepanikan hidup. Ketika ditanya rahasia ketenangan dan kedamaian hidupnya, dia menjawab bahwa semua itu diperolehnya hanya dengan membaca, merenungkan dan menerapkan empat ayat dalam al-Qur’an yang secara bersamaan akan mengobati iri hati dan dengki, dendam dan permusuhan, tamak dan rakus, serta cemas dan panik.
Ayat pertama adalah QS Fathir:2 yang artinya: “Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apapun yang ditahanNya maka tidak ada yang sanggup melepaskannya setelah itu. Dialah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” Merenungkan ayat ini akan mendamaikan hati bahwa takdir kebaikan yang ditetapkan seseorang akan datang pada orang tersebut walaupun dihalangi dan dirintangi orang lain.
Ayat kedua adalah QS Al-An’am: 17 yang artinya: “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat menghalanginya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Membaca dan merenungkan ayat ini akan membersihkan hati kita dari kehendak mempersalahkan orang lain atas musibah yang terjadi pada kita.
Ayat ketiga adalah QS Hud: 6 yang artinya: “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lawh Mahfudh).” Membaca dan merenungkan ayat ini akan melahirkan ketenangan jiwa menikmati rezeki yang ditetapkan dan menghilangkan ketamakan diri untuk merebut sesuatu yang telah ditetapkan bagi orang lain.
Ayat yang keempat adalah QS Asy-Syarh: 5-6 yang artinya: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Ayat ini menjadi renungan yang memotivasi diri untuk pantang menyerah dan putus asa menjadi berbagai problema kehidupan.
Empat ayat di atas lebih dari cukup untuk menjadi pegangan batin sebagai upaya membentengi diri dari kepanikan hidup yang sesungguhnya tidak perlu terjadi andai saja keyakinan dan keimanan kepada Allah menjadi hal yang paling pokok dalam kehidupan kita. Ketetapan Allah akan senantiasa menjadi pemenang ketika disaingkan dengan kehendak dan upaya manusia. Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak perlu berkehendak dan berusaha, namun semua kehendak dan usaha harus “ditidurkan” pada pilihan dan ketetapan Allah.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah usai, semua Tim Sukses masing-masing calon telah berbuat maksimal, dan beberapa prediksi seperti Exit Poll dan Quick Count telah dibuat. Saat ini semua tengah menunggu takdir (ketentuan) Allah yang akan diketahui melalui keputusan Komisi Pemilihan Umum 22 Juli nanti. Orang yang beriman dan beragama akan mengikuti proses sesuai hukum yang berlaku dan menerima takdir Tuhan dengan penuh syukur dan sabar.
Calon terpilih dan pendukungnya harus mendahulukan syukur yang tidak dikotori oleh kesombongan dan euforia berlebihan, sementara calon yang tidak terpilih memilih sikap sabar yang tidak dikotori kepanikan, dendam dan permusuhan. NKRI sebagai milik bersama harus secara bersama dijaga martabat dan kedaulatannya, ketenangan dan kedamaiannya, serta kemakmuran dan keberkahannya. [*]
http://nasional.inilah.com/read/detail/2120364/al-quran-obat-kepanikan-hidup#.U8gkkUDeNc0
Sementara para muballigh dari atas mimbarnya berkata: “Tawakkal saja kepada Allah, jalani ketentuanNya dengan sabar, itulah cara para nabi yang mulia sehingga terlepas dari keluh kesah dan kepanikan yang merobek kebahagiaan.”
Kata “panik” mulai marak digunakan di media massa, mengejar popularitas kata “galau” yang telah mendominasi kalimat harian kaum muda dalam dua tahun terakhir ini. “Panik” dan “galau” seakan menjadi trend psikologis yang merambah semua kalangan. Kalau para remaja atau kaum muda merasa galau karena tidak pastinya masa depan mereka yang berhubungan dengan cinta, prestasi dan kerja, kaum tua merasa panik dengan berfikir masa depan anak cucunya paska kematian mereka.
Kaum alit (wong cilik atau rakyat kecl) merasa panik dengan kondisi pasar yang menurut mereka sudah mengambil jarak terlalu jauh dari kemampuan kantong ekonomi mereka. Harga sembako yang melambung, biaya sekolah dan kuliah anak yang makin mahal, dan biaya transportasi yang meninggi adalah keluhan rutin yang didiskusikan mereka di warung-warung kopi.
Sementara itu, kelompok elite juga mengalami kepanikan yang tidak kalah memuncak ketika harus memacu detak jantung mereka dalam meramal dan mengharapkan keberuntungan ekonomi dan politik.
Dalam konteks yang paling aktual saat ini adalah kepanikan yang melanda kalangan petinggi partai yang calon presiden dan calon wakil presidennya bertarung untuk menjadi pemenang dalam pemilu yang baru saja selesai digelar. Kepanikan ini bisa terjadi karena overestimating, yakni membayangkan terjadinya sesuatu yang sesungguhnya sulit untuk terjadi, atau karena catastrophizing, yakni karena kecemasan dan ketakutan akan hadirnya realita yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dibayangkannya sementara kemampuan dirinya adalah di bawah realitas yang ditakutkan itu.
Kalau tidak ditangani dengan serius, kepanikan seperti ini bukan tidak mungkin akan menjadi pemantik munculnya perilaku aneh yang keluar dari kaidah kehidupan normal yang disepakati bersama, seperti menghina dan merendahkan orang lain, mengancam dan menyakiti kelompok lain, serta berbuat anarkis dan menghalalkan kerusuhan.
Banyak tips dan nasehat dikemukakan para ahli psikologi sebagai upaya mengatasi kepanikan ini. Patti Mc Dermott, seorang hypnoterapist dan ahli NLP yang banyak menangani masalah kepanikan menyarankan empat (4) hal yang harus dilakukan ketika panik: relaks, menghapus negative thinking, membaca dan mengulang-ulang statemen positif para bijak untuk kehidupan yang baik, serta mengidentifikasi perasaan diri sendiri dan menerimanya dengan wajar.
Barlow dan Clraske dalam bukunya Mastery of Your Anxiety and Panics menekankan perlunya mempelajari dan mengetahui kepanikan diri, terapi yang efektif, strategi manajemen kepanikan dan dukungan lingkungan yang mampu menimalisir kecemasan serta medical care yang rutin. Patty Bojczuk, pemilik lembaga “Rethinking Your Life” menyarankan hal yang hampir senada. Pengetahuan tentang diri dan manajemen diri baik yang berhubungan fisik ataupun psikis menjadi kata kunci utama penanganan kepanikan ini.
Hal yang berkaitan dengan psikis, mental, kejiwaan rupanya menjadi esensial dalam menangani kecemasan ini. Keltner Schwecke Bostrom dalam bukunya Psychiatric Nursing serta Miller dan Thorsen dalam bukunya Spirituality, Religion and Health sepakat bahwa agama berperan penting dalam penciptaan nuansa jiwa yang tenang. Pandangan para ahli ini sungguh telah menguatkan statemen al-Qur’an yang menyatakan diri sebagai penyembuh penyakit yang ada dalam dada manusia (QS Al-Isra’: 82 dan QS. Yunus: 57)
Membaca al-Qur’an bukan hanya mendapatkan pahala, melainkan juga mengundang sentuhan-sentuhan batin pembaca dan pendengar untuk merasakan jalan hidup lebih ringan dan membahagiakan. Lebih dari sekadar membaca adalah merenungkan makna dan mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan al-Qur’an. Kegiatan ibadah seperti ini akan memantapkan diri sebagai seorang hamba yang hidupnya diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga tidak perlu resah dan gelisah.
Ada seorang shaleh yang hidupnya penuh dengan senyum dan tidak pernah dihinggapi kepanikan hidup. Ketika ditanya rahasia ketenangan dan kedamaian hidupnya, dia menjawab bahwa semua itu diperolehnya hanya dengan membaca, merenungkan dan menerapkan empat ayat dalam al-Qur’an yang secara bersamaan akan mengobati iri hati dan dengki, dendam dan permusuhan, tamak dan rakus, serta cemas dan panik.
Ayat pertama adalah QS Fathir:2 yang artinya: “Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apapun yang ditahanNya maka tidak ada yang sanggup melepaskannya setelah itu. Dialah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” Merenungkan ayat ini akan mendamaikan hati bahwa takdir kebaikan yang ditetapkan seseorang akan datang pada orang tersebut walaupun dihalangi dan dirintangi orang lain.
Ayat kedua adalah QS Al-An’am: 17 yang artinya: “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat menghalanginya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Membaca dan merenungkan ayat ini akan membersihkan hati kita dari kehendak mempersalahkan orang lain atas musibah yang terjadi pada kita.
Ayat ketiga adalah QS Hud: 6 yang artinya: “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lawh Mahfudh).” Membaca dan merenungkan ayat ini akan melahirkan ketenangan jiwa menikmati rezeki yang ditetapkan dan menghilangkan ketamakan diri untuk merebut sesuatu yang telah ditetapkan bagi orang lain.
Ayat yang keempat adalah QS Asy-Syarh: 5-6 yang artinya: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Ayat ini menjadi renungan yang memotivasi diri untuk pantang menyerah dan putus asa menjadi berbagai problema kehidupan.
Empat ayat di atas lebih dari cukup untuk menjadi pegangan batin sebagai upaya membentengi diri dari kepanikan hidup yang sesungguhnya tidak perlu terjadi andai saja keyakinan dan keimanan kepada Allah menjadi hal yang paling pokok dalam kehidupan kita. Ketetapan Allah akan senantiasa menjadi pemenang ketika disaingkan dengan kehendak dan upaya manusia. Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak perlu berkehendak dan berusaha, namun semua kehendak dan usaha harus “ditidurkan” pada pilihan dan ketetapan Allah.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah usai, semua Tim Sukses masing-masing calon telah berbuat maksimal, dan beberapa prediksi seperti Exit Poll dan Quick Count telah dibuat. Saat ini semua tengah menunggu takdir (ketentuan) Allah yang akan diketahui melalui keputusan Komisi Pemilihan Umum 22 Juli nanti. Orang yang beriman dan beragama akan mengikuti proses sesuai hukum yang berlaku dan menerima takdir Tuhan dengan penuh syukur dan sabar.
Calon terpilih dan pendukungnya harus mendahulukan syukur yang tidak dikotori oleh kesombongan dan euforia berlebihan, sementara calon yang tidak terpilih memilih sikap sabar yang tidak dikotori kepanikan, dendam dan permusuhan. NKRI sebagai milik bersama harus secara bersama dijaga martabat dan kedaulatannya, ketenangan dan kedamaiannya, serta kemakmuran dan keberkahannya. [*]
http://nasional.inilah.com/read/detail/2120364/al-quran-obat-kepanikan-hidup#.U8gkkUDeNc0
Posting Komentar